Anatomi Panggul
Pada tiap
persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir, janin dan
kekuatan yang ada pada ibu. Jalan
lahir dibagi atas bagian tulang dan bagian lunak. Bagian
tulang terdiri dari tulang-tulang
panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio), sedangkan bagian
lunak terdiri atas otot-otot,
jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.5
Tulang-tulang panggul terdiri
atas 1). os koksa yang terdiri atas os ilium, os iskium, dan
os pubis, 2). os sacrum dan 3) os
koksigeus. Tulang-tulang ini satu dengan yang lainnya
berhubungan. Di depan terdapat
hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri yang disebut
simfisis. Di belakang terdapat
artikulasio sakro iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan
os ilium. Diluar kehamilan
artikulasio ini hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada
kehamilan dan waktu persalinan
dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os
koksigeus dapat bergerak ke
belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.5
Secara fungsional panggul terdiri
dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis
minor.
Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang
terletak di atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian
yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis.
Bentuk pelvis minor ini
menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke
depan (sumbu carus). Sumbu ini
secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik
persekutuan antara diameter
transversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titiktitik
sejenis di Hodge II,III dan IV.
Sampai dekat hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan
sacrum untuk selanjutnya
melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sacrum.5
Gambar 1. Sumbu carus dan bidang hodge ( dikutip dari 4
)
Bidang atas
saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas panggul (pelvic
inlet). Bidang bawah
saluran ini tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas panggul, akan
tetapi terdiri atas dua bidang,
disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet). Diantara kedua pintu
ini terdapat ruang panggul (pelvic
cavity). Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas
dibawah pintu atas panggul, akan
tetapi menyempit di panggul tengah, untuk kemudian menjadi
luas lagi sedikit. Penyempitan di
panggul tengah ini disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang
kadang-kadang menonjol ke dalam
ruang panggul.5
Gambar 2. Bidang pintu atas panggul (dikutip dari 4)
Pintu Atas Panggul (Pelvic inlet)
Pintu atas
panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus
vertebra sakral 1, linea
innominata (terminalis), dan pinggir atas simfisis. Panjang jarak dari
pinggir atas simfisis ke
promontorium lebih kurang 11 cm disebut konjugata vera. Jarak
terjauh
garis melintang pada pintu atas
panggul lebih kurang 12,5 – 13 cm, disebut diameter transversa.
Bila ditarik garis dari
artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa dan
konjugata vera dan diteruskan ke
linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter
oblikua sepanjang lebih
kurang 13 cm. Jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium
dikenal sebagai konjugata
diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama
dengan konjugata diagonalis
dipotong dengan 1,5 cm. Selain kedua konjugata ini dikenal juga
konjugata obstetrik, jarak dari bagian dalam tengah
simfisis ke promontorium.5
Gambar 3. Pintu atas panggul dengan konjugata vera,
diameter transversa dan oblikua (dikutip dari 4)
Dalam obstetri dikenal 4 jenis
panggul (pembagian Cadwell dan Molloy 1933) yang
mempunyai ciri-ciri pintu atas
panggul sebagai berikut :
1. Jenis gynaecoid
Panggul paling baik untuk wanita,
bentuk pintu atas panggul hampir mirip
lingkaran.Diameter
anteroposterior kira-kira sama dengan diameter transversa. Jenis ini
ditemukan pada 45% wanita.
Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. Jenis anthropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti
ellips membujur anteroposterior. Diameter anteroposterior
lebih besar dari diameter
transversa. Jenis ini ditemukan pada 35% wanita.
3. Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir
segitiga. Diameter transversal terbesar terletak di posterior
dekat sakrum. Dinding samping
panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah
bawah. Jenis ini ditemukan pada
15% wanita. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male
type).
4. Jenis platypelloid
Sebenarnya jenis ini adalah jenis
ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang.
Diameter transversa jauh lebih
lebar dari diameter anteroposterior. Jenis ini ditemukan pada
5% wanita.
Tidak jarang dijumpai kombinasi
keempat jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan pelvimetri
radiologis, untuk mengetahui
jenis, bentuk dan ukuran-ukuran pelvis secara tepat.5
Gambar 4. Female
pelvis (dikutip dari 21)
Pintu tengah panggul (Midpelvic)
Midpelvis
merupakan bidang sejajar spina ischiadica merupakan bidang dimensi pelvik
terkecil yang menjadi bagian yang
penting pada proses engagement kepala janin. Diameter
interspina } 10 cm atau lebih, dan merupakan diameter terkecil dari pelvis.
Diameter
anteroposterior melalui level
spina ischiadica normalnya berukuran sekurang-kurangnya 11.5
cm. Komponen posteriornya antara
titik tengah diameter interspinarum dengan sakrum disebut
diameter sagitalis posterior yang
sekurang-kurangnya berukuran 4.5 cm.6
Memperkirakan kapasitas midpelvik
secara klinis (periksa dalam) dengan cara
pengukuran langsung adalah tidak
mungkin. Bila spina ischiadica begitu menonjol, dinding
pelvis terasa cembung dan sacrum
terasa datar ( tidak cekung), maka kesempitan panggul tengah
bisa dicurigai.6
Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet)
Pintu bawah
panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi tiga, yaitu bidang yang
dibentuk oleh garis antara kedua
buah tubera ossis iskii dengan ujung os sakrum dan bagian
bawah simfisis. Pinggir bawah
simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut
(arkus pubis). Dalam keadaan
normal besarnya sudut ini } 900 atau lebih sedikit.5
Gambar 5. Bidang pintu bawah panggul (dikutip dari 4)
2.2. Disproporsi Sefalo-Pelvik/Feto-Pelvik
Istilah disproporsi sefalopelvik
mulai dipakai sebelum abad ke-20 yaitu persalinan macet
akibat dari ketidakseimbangan
antara ukuran kepala janin dan ukuran panggul ibu.
Ketidakseimbangan fetopelvik bisa
karena panggul sempit, ukuran janin yang besar, atau
biasanya kombinasi dari dua di
atas22.
Menurut Althaus, dkk bahwa
disproporsi sefalopelvik, dimana kepala janin adalah terlalu
besar untuk melewati panggul ibu,
tetap menjadi indikasi kunci seksio sesaria di Amerika
Serikat. Sering, diagnosisnya
tetap diagnosis retrospektif yang ditegakkan hanya setelah
intervensi multipel untuk
melakukan persalinan pervaginam selama periode waktu yang
panjang23.
Dimensi Janin Pada Disproporsi Fetopelvik
Ukuran janin sendiri jarang
menjadi penjelasan yang tepat untuk persalinan yang gagal.
Bahkan dengan evolusi teknologi
sekarang, batas ukuran janin untuk memprediksi disproporsi
fetopelvik masih sukar
dijelaskan. Kebanyakan kasus disproporsi berasal dari janin yang
memiliki berat badan dalam
rentang populasi obstetrik umum. Dua pertiga neonatus yang
membutuhkan seksio sesaria
setelah persalinan forseps yang gagal memiliki berat kurang dari
3700 gr. Dengan demikian, faktor
lain seperti malposisi kepala, macetnya pasase janin melalui
jalan lahir. Ini mencakup
asinklitismus, posisi oksiput posterior, dan presentasi wajah dan dahi.22
Perkiraan Ukuran Kepala Janin
Usaha untuk memprediksi
disproporsi fetopelvik secara klinis dan radiologis berdasarkan
ukuran kepala janin terbukti
mengecewakan. Muller (1880) and Hillis (1930) menjelaskan
perasat klinis untuk memprediksi
disproporsi. Regio dahi dan suboksipital dipegang dengan jarijari
tangan melalui dinding abdomen
dan penekanan yang kuat diarahkan ke bawah sesuai aksis
dari pintu atas panggul. Bila
tidak ada disproporsi, kepala dengan mudah memasuki panggul, dan
persalinan pervaginam
memungkinkan untuk dilakukan. Thorp dkk (1993b) melakukan evaluasi
prospektif terhadap Mueller-Hillis
maneuver dan menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara distosia dan penurunan
kepala janin yang gagal selama manuver.22
Pengukuran diameter kepala janin
dengan menggunakan teknik radiografi polos tidak
digunakan karena distorsi
paralaks. Diameter biparietal dan lingkar kepala dapat diukur dengan
ultrasonografi, dan telah ada
usaha untuk menggunakan informasi ini dalam tatalaksana distosia.
Thurnau dkk (1991) menggunakan fetal-pelvic
index untuk mengidentifikasi komplikasi
persalinan. Sayangnya, pengukuran
tersebut dalam memprediksi disproporsi sefalopelvik
memiliki sensitivitas yang jelek.
Sekarang ini tidak ada metode yang memuaskan untuk prediksi
akurat disproporsi fetopelvik
berdasarkan ukuran kepala.22
Pemeriksaan besar janin dapat
dilakukan sesaat sebelum partus atau waktu partus. Kalau
bentuk normal dan letak anak
memanjang, yang menentukan imbang feto-pelvik ialah kepala,
maka disebut imbang
sefalo-pelvik. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat)
janin. Oleh karena itu sebagian
ukuran kepala digunakan Berat Badan (BB) janin24:
1. Umur kehamilan dan taksiran
persalinan (rumus Naegle)
2. Berat badan ditaksir melalui
palpasi kepala pada abdomen (EBW). Cara ini memerlukan
latihan dan pengalaman yang agak
lama.
3. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt
Uterus dianggap sebagai suatu
benda yang terdiri dari bahan homogen berbentuk ellips
jika letak janin memanjang.
Volume tergantung dari diameter transversa dan diameter
longitudinal dari uterus yang
diukur dengan menggunakan jangka Baudeloque. Kemudian
secara empiris dibuat suatu
grafik yang menggambarkan hubungan antara BB dan jumlah
kedua diameter.
5. Rumus Johnson-Toshack
Berdasarkan atas ukuran Mac
Donald, yaitu jarak antara simfisis pubis dan batas antara
f.u. melalui konveksitas abdomen:
BBJ = (MD-12) x 155 gram
BBJ = Berat badan janin dalam
gram
MD = Ukuran Mac Donald dalam cm
Kepala belum di H III: (MD-13)
Kepala di H III; (MD-12)
Kepala lewat H III: (MD-11)
Bila ketuban sudah pecah ditambah
10%
6. Dengan menggunakan alat-alat
canggih seperti ultrasonografi, diameter biparietalis dapat
diukur.
2.3. Panggul Sempit
Panggul disebut sempit apabila
ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada
pintu atas panggul, ruang tengah panggul, pintu bawah panggul
atau kombinasi dari ketiganya.24
Pembagian Panggul Sempit
A. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet) :
Conjugata diagonal (CD) + 13.5
cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Dikatakan sempit
bila CV kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 11,5 cm.24
Pembagian tingkatan panggul
sempit:
Tingkat I : CV = 9-10 cm =
borderline
Tingkat II : CV = 8-9 cm =
relatif
Tingkat III : CV = 6-8 cm =
ekstrim
Tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak
B. Kesempitan pintu tengah panggul (mid pelvis) :
Distansia interspinarum (DI) +
10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.5 cm,
diameter sagitalis posterior 5
cm. Dikatakan sempit bila diameter interspinarum <10 cm atau
<9,5cm atau ≤9cm atau bila
diameter interspinarum ditambahkan dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 13,5
cm.5,6,24
C. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
Diameter sagitalis posterior (AP)
+ 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm.
Dikatakan sempit bila jumlah
kedua diameter < 15 cm atau bila diameter intertuberosum < 8 cm.
Kelainan bentuk atau ukuran
panggul dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan yang
baik. 5,24
Anamnesis perlu ditanyakan
riwayat penyakit dahulu, ada/tidak penyakit rachitis, patah
tulang panggul, coxitis dan sebagainya.
Pelvimetri klinik atau radiologik harus dapat
menentukan perkiraan bentuk dan
ukuran panggul dengan baik.5,24
Sebenarnya, melalui mata
telanjang calon ibu bisa mengetahui luas panggulnya. Kalau
ibu bertubuh tinggi besar, bisa
dipastikan ukuran panggulnya relatif luas. Sedangkan ibu yang
tidak terlalu tinggi, hanya 145
cm atau malah kurang, kemungkinan besar ukuran panggulnya
kecil dan sempit. Namun
pengamatan ini hanya asumsi. Pemeriksaan yang akurat hanya bisa
dilakukan secara klinis dengan
roentgen.5
Eller dan Mengert 1947, menyatakan bahwa ada hubungan
antara ukuran pintu tengah
panggul dengan ukuran pintu bawah
panggul dimana bila ada kesempitan pintu bawah panggul
biasanya menyebabkan adanya
kesempitan pintu tengah panggul. Hubungan ini diperlihatkan
oleh hubungan yang konstan antara
diameter intertuberum (ukuran pintu bawah panggul) dan
diameter interspinarum (ukuran
pintu bawah panggul) dimana penyempitan diameter
interspinarum dapat diharapkan
terjadi bila ada kesempitan diameter intertuberum.25
Menurut Liselele HB dkk,
2001 yang mencari hubungan tinggi badan dan pelvimetri
eksterna dalam memprediksi
disproporsi sefalopelvik pada nulipara menyimpulkan bahwa tinggi
badan < 150 cm dan diameter
transversa < 9,5 cm paling sering berhubungan dengan disproporsi
sefalopelvik.26
Kennedy dan Greenwald dkk menyatakan bahwa
wanita dengan perawakan pendek
(<152 cm atau 60 inci) dan
ukuran sepatu kecil (<4.5) lebih mungkin persalinannya mengalami
komplikasi disproporsi
sefalopelvik atau terhentinya dilatasi dan penurunan janin, dengan
demikian lebih mungkin mengalami
panggul sempit.19
Mahmood A.Tahir 1988 dkk menyatakan bahwa
ukuran sepatu bukanlah prediktor
klinis untuk meramalkan
disproporsi sefalopelvik dan walaupun tinggi badan ibu adalah panduan
yang lebih baik untuk meramalkan
adekuasi panggul pada persalinan, 80% ibu dengan tinggi
badan kurang dari 160 cm
melahirkan secara pervaginam.21
Thoms (1937) mempelajari 362 nullipara dan menemukan
rata-rata berat badan lahir
bayi adalah secara bermakna lebih
rendah (280 gr) pada kelompok wanita dengan panggul
sempit (pelvis kecil)
dibandingkan kelompok wanita dengan panggul adekuat. Dengan demikian
wanita dengan panggul sempit
memiliki kemungkinan juga memiliki berat badan janin lahir yang
lebih kecil juga.27
Pada nullipara normal, bagian
terbawah janin pada waktu aterm umumnya turun ke
dalam rongga panggul. Bila ada
kesempitan pintu atas panggul penurunan bagian terbawah janin
tidak terjadi sampai setelah onset
persalinan. Presentasi kepala tetap dominan, tetapi karena
kepala floating dengan
bebas di atas pelvic inlet atau terletak lebih lateral pada fossa
iliaka,
kekuatan yang sedikit saja dapat
menyebabkan janin mengambil presentasi lain.27
Komplikasi Panggul Sempit pada Kehamilan
Apabila persalinan dengan panggul
sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat,
timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat
berupa partus lama yang dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum,
ruptur uteri mengancam serta
resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula
vesikovaginalis, atau fistula
rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan
tulang panggul. Sedangkan bahaya
pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal,
dan perlukaan pada jaringan di
atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os
parietalis.5,6
Penanganan Panggul Sempit
Dewasa ini 2 cara merupakan
tindakan utama untuk menangani persalinan pada panggul
sempit, yakni seksio sesaria dan
partus percobaan.
Seksio sesaria
Seksio dapat dilakukan secara
elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau
pada awal persalinan, dan secara
sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama
beberapa waktu.5
Berdasarkan perhitungan konjugata
vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan yaitu:12
- panjang CV 8-10 cm → partus
percobaan
- panjang CV 6-8 cm → SC primer
- panjang CV < 6 cm → SC
absolut.
Partus Percobaan
Adalah suatu partus fisiologis
yang dilakukan pada kehamilan aterm, anak presentasi
belakang kepala dengan suspek
disproporsi sefalopelvik (CPD). Tindakan partus percobaan
adalah memastikan ada tidaknya
CPD. Dimulai saat penderita dinyatakan in partu, dengan
penilaian kemajuan persalinan
dimulai setelah persalinan masuk fase aktif. Penilaian terhadap
kemajuan persalinan, turunnya
kepala dan putar paksi dalam dilakukan setiap 2 jam. Bila pada
setiap penilaian per 2 jam
tersebut terdapat perubahan yang bermakna komponen yang dinilai itu,
maka partus percobaan dikatakan
ada kemajuan dan diteruskan. Bila dari 3 komponen tersebut
tidak ada kemajuan yang bermakna,
maka partus percobaan dikatakan gagal, dipastikan ada CPD
dan persalinan diakhiri dengan
seksio sesaria.5,24
Penelitian Krishnamurthy tahun
2005 pada 331 wanita yang melahirkan secara seksio
sesaria pada kehamilan
pertamanya, menurut standar radiologi di dapati hasil pelvis tidak
adekuat sebanyak 248 ( 75%) dan
yang adekuat sebanyak 83 ( 25 %). Wanita yang secara
radiologis pelvisnya tidak
adekuat sebanyak 172 melakukan seksio sesaria elektif pada
kehamilan berikutnya dan 76
wanita dilakukan percobaan melahirkan pervaginam. Hasilnya
sebanyak 51 wanita berhasil
melahirkan secara vagina dan 25 wanita menjalani seksio sesaria
emergensi. Pada wanita yang
secara radiologi pelviknya adekuat, 61 wanita berhasil melahirkan
secara pervaginam, sebanyak 22
wanita melahirkan secara seksio sesaria. Terdapat 3 kasus
ruptura uteri yang terjadi pada
wanita yang secara radiologi memeliki pelvis yang adekuat.18
Menurut Mahmood A.Tahir
2008, yang melakukan lateral X-ray pelvimetri pada 424 ibu
hamil yang akan melahirkan dengan
partus percobaan atas indikasi presentasi bokong. Di
peroleh kesimpulan bahwa partus
percobaan tingkat keberhasilannya lebih tinggi pada ukuran
pelvik inlet yang lebih lebar,
dan berat janin yang > 3500 gr memiliki kesempatan < 50% untuk
partus pervaginam.23
2.4. Perubahan Anatomi Panggul Pada Wanita Hamil
Pemeriksaan radiologi pada pelvis
wanita tidak hamil menunjukkan adanya celah antara
tulang pubis yang normalnya
sekitar 4 – 5 mm, dalam kehamilan oleh karena pengaruh
hormonal yang dapat menyebabkan
relaksasi pada ligamentum-ligamentum dan tulang hingga
celah tersebut bertambah 2 - 3
mm. Sehingga suatu keadaan yang normal apabila ditemukan
celah antara tulang pubis
mencapai 9 mm pada wanita hamil.28
2.5. Teknik Pengukuran Panggul
Ada dua cara mengukur panggul:
2.5.1. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan dilakukan dengan jari
pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya, dokter
akan memasukkan dua jarinya (jari
telunjuk dan tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian
tulang belakang/promontorium.
Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang kemaluan
hingga promontorium untuk
mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.
Melalui pemeriksaan ini kita akan
mendapatkan Conjugata diagonal (jarak antara promontorium
dengan simfisis bawah), untuk
mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata diagonal − 1,5 cm.
Jarak minimal antara tulang
kemaluan dengan promontorium adalah 11 cm. Jika kurang maka
dikategorikan sebagai panggul
sempit. Namun, jika bayi yang akan lahir tidak terlalu besar,
maka ibu berpanggul sempit dapat
melahirkan secara normal.5,24
Gambar 6. Cara Pemeriksaan Pelvimetri Klinis Dengan
Pemeriksaan Dalam
Menurut Sule S.T dan
Matawal B.I 2005, Yang melakukan penelitian retrospektif
pemeriksaan pelvimetri klinis dan
outcome persalinannya pada 268 primigravida, dimana
disimpulkan bahwa pemeriksaan
pelvimetri klinis merupakan pemeriksaan yang sangat berguna
dalam memprediksi outcome janin
dan sebaiknya dilakukan pada semua primigravida yang
fasilitas monitoring janinnya
sangat terbatas. 29
Namun menurut penelitian yang
dilakukan Blackadar Charles,S 2003 terhadap 461
orang yang dilakukan pemeriksaan
pelvimetri klinis secara rutin dari 660 wanita yang akan
menjalani partus percobaan dimana
21% nya atau 141 orang memiliki panggul yang tidak
adekuat. Namun dari 141 orang
hanya 2 orang yang kontrol ulang untuk menjalani pelvimetri
radiologis dan keduanya partus
pervaginam, sementara yang lainnya tidak datang lagi pada
kontrol berikutnya sehingga tidak
ada keterangan mengenai cara persalinannya. Sehingga
disimpulkan bahwa pemeriksaan
pelvimetri klinis tidak berpengaruh terhadap cara persalinan
bahkan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien.30
2.5.2. Pemeriksaan Rontgen
X-ray pelvimetri pertama sekali
diperkenalkan pada tahun 1900 oleh Denticle dari
Leipzig dan semakin
dikenal sampai sekarang. Pada tahun 1944 Colcher AE dan Sussman W
menemukan tehnik praktis pada
pelvimetri dan kemudian dimodifikasi oleh Robert C Brown
pada tahun 1972.7,12
X-ray pelvimetri dilakukan dengan
cara memotret panggul ibu, menggunakan alat
rontgen. Selama pemotretan ibu
diminta duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota
tubuh lain, hanya saja intensitas
cahaya yang digunakan lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk
mengetahui ukuran panggul. Bahkan
aneka kelainan letak bayi pun sebetulnya bisa terdeteksi
dengan cara ini. Dibanding
pengukuran secara klinis, pengukuran dengan alat rontgen
menghasilkan data yang lebih
terperinci mengenai diameter pintu panggul. Namun bahaya
radiasi terutama dengan proyeksi
Thoms dimana posisi pasien setengah duduk dan jika letak
janin dalam letak kepala, maka
alat kelamin janin berada diatas dan dekat dengan tabung
rontgen. Dengan demikian akan
meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin.5,12
Indikasi pemeriksaan Rontgen pada
kehamilan bila ada kecurigaan fetopelvik disproporsi
atau kecurigaan panggul sempit,
riwayat operasi seksio sesaria atau riwayat forcep serta riwayat
kematian janin dalam persalinan.
X-ray pelvimetri juga dilakukan bila pada pemeriksaan klinis
didapati ukuran konjugata
diagonal < 11,5 cm atau diameter intertuberous < 8 cm serta bila
kepala janin tidak masuk pintu
atas panggul dan malposisi letak janin seperti pada presentasi
bokong, wajah atau letak
lintang.12
Masih terdapat kontroversi
pendapat tentang pengaruh penggunaan X-ray pelvimetri pada
akhir kehamilan terhadap ibu dan
janin. Secara teori dapat membahayakan janin dan kehidupan
selanjutnya berupa resiko
leukemia dan kelainan pada gonad berupa kongenital malformasi pada
generasi selanjutnya. Stewart
dkk menemukan resiko leukemia yang meningkat pada ibu yang
mendapat X-ray pelvimetri pada
masa kehamilan, sementara Townsend menemukan resiko
leukemia yang minimal di
Australia.12
Menurut Tolaymat Lama, MD
2006, penggunaan X-ray pelvimetri dapat dilakukan pada
trimester 2 dan 3 kehamilan
dengan tingkat radiasi yang minimal, sedangkan penggunaan CT
scan dengan dosis di bawah 1,5
rad masih cukup aman bagi janin.31
Menurut Raman S, dkk yang
membandingkan pemeriksaan X-ray pelvimetri dengan CT
pelvimetri dalam menentukan
ukuran panggul, diperoleh kesimpulan bahwa dari 24 pasien yang
diperiksa dengan X-ray dan CT
pelvimetri pasca melahirkan tidak didapati perbedaan secara
statistik dalam ukuran panggul.
Namun CT pelvimetri lebih dipilih karena tingkat radiasinya
rendah, lebih menyenangkan bagi
pasien dan waktunya lebih singkat serta mudah pembacaannya
jika dibandingkan dengan X-ray
pelvimetri.1
2.5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengukuran
Pelvimetri
Ada 3 faktor yang mempengaruhi
pengukuran pelvimetri radiologis yaitu:
1. Teknik rontgen
2. Posisi pasien
3. Penempatan bar kalibrasi
Teknik rontgen, posisi pasien,
dan penempatan bar kalibrasi yang tidak baik
menyebabkan pengukuran menjadi
tidak akurat dan terpercaya sehingga pengukuran harus
diulang. Eliminasi bar kalibrasi
memungkinkan teknisi rontgen dapat berkonsentrasi pada teknik
rontgen dan penempatan posisi
pasien yang baik, sehingga lebih sedikit diperlukan rontgen
ulangan dan paparan radiasi
terhadap janin dapat dikurangi. Teknik ini disebut dengan X-ray
pelvimetri teknik Colcher-Sussman
yang dimodifikasi.7
Pemeriksaan pelvimetri klinis
memiliki sensitivitas yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan pelvimetri radiologis.
Pemeriksaan ini juga memiliki korelasi yang buruk dengan
pemeriksaan pelvimetri
radiologis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reliabilitas dan
validitas pelvimetri klinis yaitu
faktor pemeriksa dan anatomi panggul. Faktor pemeriksa
menyebabkan variasi
antarpemeriksa (inter-observer variation) yang ditentukan oleh pengalaman
pemeriksa. Anatomi panggul
bervariasi pada setiap wanita. Sebagai contoh, dua primipara
memiliki ukuran konjugata
diagonalis sama yaitu 10,5 cm, tetapi pada satu orang memiliki
konjugata obstetrik berukuran
10,2 cm dan persalinan pervaginam menjadi mudah; pada
primipara yang lain ukuran
conjugata obstetriknya bisa berukuran 8,2 cm sehingga persalinan
harus diakhiri dengan seksio
sesaria. 12,30
2.6. Kerangka Konsep
VARIABEL DEPENDEN VARIABEL INDEPENDEN
PELVIMETRI RADIOLOGIS
UKURAN PANJANG TELAPAK KAKI
TINGGI BADAN
TINGGI BADAN
PELVIMETRI
RADIOLOGIS
Faktor pemeriksa
Interobserver
variation
Variasi Anatomi
Alat Rontgen
Teknik Rontgen
Dosis X-ray
Posisi Pasien
Penempatan bar
kalibrasi
UKURAN PANJANG
TELAPAK KAKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar