DETEKSI
DINI KEHAMILAN LANJUT
(PENDARAHAN
PERVAGINAM)
Disusun
oleh :
Irawati
Ratnasari
15150009
PROGRAM
STUDY DIII KEBIDANAN
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat Nya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Dan harapan saya semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk
kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta,
April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................i
Daftar Isi ..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
.......................................................................1
1. 2 Tujuan
.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pendarahan
Pervaginam .............................................2
2.2 Plasenta Previa
..........................................................................2
2.3 Solutio Plasenta .........................................................................5
2.4 Pre Eklampsi .............................................................................8
2.5 Eklampsi
..................................................................................12
2.6 Reptur Uteri
.............................................................................15
2.7 Gangguan Pembekuan Darah .................................................18
2.8 Ketuban Pecah Dini
................................................................19
2.9 IUFD (Intra Uterin Fetal Death ) ...........................................21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................25
3.2 Saran ......................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.
1 Latar Belakang
Tidak sedikit wanita hamil mengalami perdarahan.Kondisi
ini terjadi di awal masa kehamilan (trimester 1), tengah
trimester(trimester 2),atau bahkan pada masa kehamilan tua (trimester
ketiga).perdarahan pada kehamilan merupakan keadaan yang tidak normal sehingga
harus di waspadai. Ada beberapa penyebab perdarahan yang dialami
wanita hamil .setiap kasus muncul dalam fase tertentu .
Ibu hamil yang mengalami perdarahan perlu
segera di periksa untuk mengetahui agar bisa di lakukan solusi medis yang tepat
untuk menyelamatken kehamilan. Adakalanya kehamilan bisa di selamatkan ,namun
tidak jarang yang gagal. Pemeriksaan yang di lakukan meliputi pemeriksaan
kandungan di sertai dengan pengajuan bebrapa pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan terjadinya perdarahan. Bila perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti ultrasonographi atau USG dan pemeriksaan laboratorium.
1.
2 Tujuan
Membantu pembaca untuk lebih memahami materi tentang pengertian,
penyebab,tanda
gejala,penatalaksanaan,cara mengatasi dan komplikasi perdarahan pada kehamilan lanjut adalah tujuan dari
penyusunan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Pendarahan
Pervaginam
Perdarahan pada kehamilan sendiri berarti perdarahan
melalui vagina yang terjadi pada masa kehamilan ,bukan pendarahan dari organ
atau sistem lainnya .
Pendarahan pada kehamilan adalah masalah yang cukup
serius terjadi pada masyarakat indonesia yang mengakibatkan
mortalitas yang cukup tinggi pada ibu-ibu di indonesia. Pendarahan pada
kehamilan sendiri sebenarnya dapat di kelompokkan menjadi beberapa kelompok
yang selanjutnya akan memudahkan kita untuk mengetahui penyebab dan mencari
solusi atau penatalaksanaan dari perdarahan tersebaut. Pada
kehamilan lanjut perdarahan yang tidak normal adalah merah,banyak,dan kadang-kadang
tapi tidak selalu,di sertai dengan rasa nyeri.
Perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut di sebut juga
dengan perdarhan antepartum /haemorrhage antepartum (HAP)yaitu perdarahan dari
jalan lahir setelah kehamilan 22minggu dan adapun frekuensi HAP adalah 3%dari
semua persalinan .
Macam-macam
pendarahan pervaginam:
1) Plasenta Previa
2)
Solusio
Plasenta
3)
Rupture
Uteri
4)
Gangguan
Pembekuan Darah
5)
Ketuban
Pecah Dini
6)
Pre-Eklamsi
7)
Eklamsi
8) IUFD
2.2
Plasenta Previa
A. Pengertian
Adalah
plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian / seluruh ostium
uteri internum. (implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan
,dinding belakang rahim atau di daerah fundus uteri ).
B. Etiologi / Penyebab
Plasenta previa
1) Perdarahan (hemorrhaging)
2) Usia lebih dari 35 tahun
3) Multiparitas
4) Pengobatan infertilitas
5) Multiple gestation
6) Erythroblastosis
7) Riwayat operasi/pembedahan
uterus sebelumnya
8) Keguguran berulang
9) Status sosial ekonomi yang
rendah
10) Jarak antar kehamilan yang
pendek
11) Merokok
C.
Manifestasi
Klinis / Tanda dan gejala Plasenta previa
Anamnesis
Perjalanan
jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab, terutama pada
multigravida pada kehamilan setelah 20 minggu.
Pemeriksaan
Fisik Plasenta previa
1) Pemeriksaan luar, bagian
terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, ada kelainan
letak janin.
2) Pemeriksaan inspekula,
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.
D.
Penatalaksanaan
/ Penanganan / Pengobatan / Terapi Plasenta previa
Ketika
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa
bergantung kepada :
1) Keadaan umum pasien, kadar
hb.
2) Jumlah perdarahan yang
terjadi.
3) Umur kehamilan/taksiran BB
janin.
4) Jenis plasenta previa.
5) Paritas clan kemajuan
persalinan.
a)
Penanganan
Ekspektif
Kriteria
:
1) Umur kehamilan kurang dari
37 minggu.
2) Perdarahan sedikit
3) Belum ada tanda-tanda
persalinan
4) Keadaan umum baik, kadar Hb
8 gr% atau lebih.
Rencana
Penanganan :
1) Istirahat baring mutlak.
2) Infus D 5% dan elektrolit
3) Spasmolitik. tokolitik,
plasentotrofik, roboransia.
4) Periksa Hb, HCT, COT,
golongan darah.
5) Pemeriksaan USG.
6) Awasi perdarahan
terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.
7) Apabila ada tanda-tanda
plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu
selanjutnya penanganan secara aktif.
b)
Penanganan
aktif
Kriteria
:
1) umur kehamilan >/ = 37
minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
2) Perdarahan banyak 500 cc
atau lebih.
3) Ada tanda-tanda persalinan.
4)
Keadaan
umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk
menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan pemeriksaan
dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Indikasi
Seksio Sesarea :
1) Plasenta previa totalis.
2) Plasenta previa pada
primigravida.
3) Plasenta previa janin letak
lintang atau letak sungsang
4) Anak berharga dan fetal distress
5) Plasenta previa lateralis
jika :
c) Pemeriksaan Penunjang
Plasenta previa
1) USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring
placnta tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2) Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk
menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
3) Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor
pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
4) Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
5) Amniocentesi
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai,
panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru
(rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang
dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal
sudah mature.
E. Beberapa
jenis komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
1) Pendarahan terutama di masa
trisemester ketiga karena posisi leher rahim yang sudah semakin meregang.
2) Perlakuan operasi caesar
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah. Operasi ini hanya
dilakukan saat plasenta previa yang ada menutupi jalan lahir sang bayi.
3) Pendarahan yang berlanjut
paska melahirkan yang bisa menyebabkan terjadinya anemia
4) Prolaps tali pusat
5) Prolaps Plasenta
6) Plasenta Melekat
7) Robekan-robekan jalan lahir
8) Perdarahan post partum
9) Infeksi
10) Bayi Prematuritas atau
kelahiran mati
F. Pencegahan
1) Bed rest
Banyak-banyaklah istirahat agar tidak terjadi
tekanan pada area rahim dan plasenta, jangan mengangkat barang-barang yang
berat dan sebaiknya menggunakan toilet duduk pada saat buang air.
2) Rajin control
Jika pada usia kehamilan sudah memasuki
trisemester ketiga plasentanya menutupi sebagian rahim namun tidak mengalami
pendarahan, Anda harus sering rutin kontrol ke dokter untuk memantau kondisi
rahim dan perkembangan janin. Keputusan untuk melahirkan normal atau tidak
dilihat dari letak plasenta yang menutupi jalan rahim.
3) Pelvic rest
Karena rentan terjadi pendarahan, ibu hamil
sebaiknya tidak melakukan treatment apapun pada area vagina seperti
membersihkan cairan pembersih, melakukan hubungan seks, atau memakai pembalut
vagina. Jika ingin mencegah noda darah melebar ke mana-mana gunakan saja
pembalut dari kain seperti kain popok atau celana dalam yang sudah rusak dan
tidak dipakai sebagai pengganti pembalut kapas.
2.3
Solutio Plasenta
A. Pengertian
Adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya .secara normal
plasenta terlepas setelah anak lahir. Dan biasanya di hitung usia kehamilan
lebih dari28 minggu.
B. Etiologi/penyebab
Penyebab utama tidak jelas.
Factor resiko:
1) Peningkatan usia dan
paritas
2) Preeklampsia
3) Hipertensi kronis
4) KPD preterm
5) Kehamilan kembar
6) Hidramnion
7) Merokok
8) Pencandu alcohol
9) Trombofilia
10) Pengguna cocain
11) Riwayat solusio plasenta
12) Mioma uteri
Faktor
pencetus :
1) Versi luar atau versi dalam
2) Kecelakaan
3) Trauma abdomen
4) Amniotomi ( dekompresi
mendadak )
5) Lilitan talipusat – Tali
pusat pendek
C. Gambaran
klinik/gejala dan tanda
1) Gejala klinik tergantung
pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan plasenta (concealed atau
revealed)30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak
memberikasn gejala dan diagnosa ditegakkan secara retrospektif setelah anak
lahir dengan terlihatnyahematoma retroplasenta
2) Bila lepasnya plasenta
mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus yang tegang disertai
dengan :
a) Gawat janin (50% penderita)
b) Janin mati ( 15%)
c) Tetania uteri
d) DIC- Disseminated
Intravascular Coagulation
e) Renjatan hipovolemik
f) Perdarahan pervaginam ( 80%
penderita)
g) Uterus yang tegang (2/3
penderita)
h) Kontraksi uterus abnormal
(1/3 penderita
3) Bila separasi plasenta
terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak terdapat
tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi biasanya
tidak terlampau banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.
D. Penatalaksanaan
a. Tindakan
gawat darurat
a) Bila keadaan umum pasien
menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas yang
manifestasinya adalah :
b) Perdarahan bertambah banyak
c) Uterus tegang dan atau
fundus uteri semakin meninggi
d) Gawat janin
Maka hal tersebut
menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah
memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
b. Terapi
ekspektatif
Pada
umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta
maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.
c. Persalinan pervaginam
a) Indikasi persalinan
pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi
ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
b) Setelah diagnosa solusio
plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan tujuan untuk :
1) Segera menurunkan tekanan
intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih lanjut
(masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC)
2) Merangsang persalinan (
pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh
karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik)
Induksi persalinan dengan
infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti dengan
tanda-tanda persalinan.
d. Seksio
sesar
1) Indikasi seksio sesar dapat
dilihat dari sisi ibu dan atau anak
2) Tindakan seksio sesar
dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat,
misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 –
4 cm.
3) Atas indikasi ibu maka
janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio sesar pada
kasus solusio plasenta.
E. Pencegahan
1) Istirahat
Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah istirahat total. Ini merupakan langkah
penting, dengan istirahat total, Anda memberikan kesempatan untuk mengurangi kemungkinan
keguguran.
2) Konsumsi asam folat
Meningatkan
asupan asam folat dapat meningkatkan fungsi plasenta dalam memegang rahim. Asam
folat ada dalam beberapa sayiuan berdaun hijau. Ini juga membantu memproduksi
hemoglobin dalam sumsum tulang dan melawan anemia. Mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat sangat membantu dalam mengurangi risiko keguguran yang
sering dikaitkan dengan pendarahan.
3) Tunda seks untuk sementara waktu
Meskipun
hubungan seksual selama kehamilan adalah benar-benar sehat dan aman, tetapi
jika Anda mengalami pendarahan vagina, maka dianjurkan untuk menjauhkan diri
dari berhubungan seks sampai Anda mengetahui penyebab pendarahan.
F.
Komplikasi
1)
Koagulopati
konsumtif
Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri
terutama disebabkan oleh solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL
plasma) yang disertai dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan berbagai
faktor pembekuan darah terjadi pada 30% penderita solusio plasenta berat yang
disertai dengan kematian janin.
2)
Gagal ginjal
Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio
plasenta berat dan sering disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang
terlambat atau kurang memadai.
3)
Uterus couvelaire
Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan
apopleksia uterus yang disebut sebagai uterus couvelair.Ekstravasasi dapat
terlihat pada pangkal tuba, ligamSentum latum atau ovarium.Jarang menyebabkan
gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk melakukan
histerektomi
2.4 Pre
Eklampsi
A. Pengertian
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang
timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi,
edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler
atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih, Preeklampsia juga timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan.
B. Etiologi / Faktor Penyebab
Preeklampsia
Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang
belum diketahui, namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang
penyebab preeklampsia, yaitu :
a. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramnion,dan molahidatidosa.
b. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus.
d. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma. Faktor Predisposisi Preeklamsia
e. Molahidatidosa
f. Diabetes mellitus
g. Kehamilan ganda
h. Hidropfetalis
i.
Obesitas
j.
Umur yang lebih dari 35 tahun Klasifikasi.
Preeklampsia Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai
berikut :
1) Preeklampsia Ringan :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada
posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan
berat 1 kg atau lebih per minggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter;
kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
2) Preeklampsia Berat
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
.
d. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri
pada epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis. Patofisiologi
Preeklamsia Pada preeklampsia terdapat
C. Gambaran Klinik Preeklampsia/ tanda dan
gejala
1)
Hipertensi
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, tapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas tekanan yang biasa merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya biasanya hipertensi asensial.
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, tapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas tekanan yang biasa merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya biasanya hipertensi asensial.
2)
Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan. Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus dicurigai. Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan. Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus dicurigai. Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
3)
Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (> positif 2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (> positif 2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.
4)
Gejala subyektif
a. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus
atau oedem otak.
b. Nyeri ulu hati karena regangan selaput hati
oleh haemorhagia atau oedem atau sakit karena perubahan pada lambung.
c.
Gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan
ini disebabkan karena vasospasme, oedem atau ablasioretina.
D. Penatalaksanaan
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu kehamilan segera
diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medicinal(AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1) Perawatan aktif
Pada
setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan pemeriksaan
fetal assesment yakni pemeriksaan nonstrees test(NST) dan ultrasonograft (USG),
dengan indikasi (salah satu atau lebih), yakni :
a. Pada ibu
Usia
kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala impending
eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi
terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada
gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
Hasil
fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine growth
retardation (IUGR)
c. Hasil laboratorium
Adanya
HELLP sindrom (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia).
2) Pengobatan medicinal pasien
pre-eklamsi berat (dilakukan dirumah sakit dan atas instruksi dokter), yaitu
segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke kiri ke satu sisi. Tanda
vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5%
dimana setiap 1 liter diselingi dangan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan
antasida , diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian
obat anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan
furosemid injeksi 40 mg/IM.
3) Antihipertensi diberikan
bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg)
karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
4) Bila dibutuhkan penurun
darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
5) Bila tidak tersedia
antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib
Bakri, 1997).
6) Pengobatan jantung jika ada
indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan celidanid
7) Lain-lain seperti konsul
bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat antipiretik diberikan bial
suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat dibantu dengan pemberian
kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara IM, antibiotik diberikan
atas indikasi saja. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam secara IV perhari. Anti
nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat
diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum
janin lahir.
8) Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang belum inpartu, yaitu :
a. Induksi persalinan: tetesan
oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart
monitoring.
b. Seksio Sesaria (dilakukan
oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment jelek. Syarat tetesan
oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop < 5) atau adanya kontraindikasi
tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitocyn belum masuk fase
aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesaria.
E.
Pencegahan
1) Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak.
Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi
pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan
tambahan satu butir telur setiap hari.
2) Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja
seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring
kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami
gangguan.
3) Pengawasan antenatal
(hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang
ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
a. Uji kemungkinan Pre
eklampsia:
b. Pemeriksaan tekanan
darah atau kenaikannya
c. Pemeriksaan tinggi
fundus uteri
d. Pemeriksaan kenaikan
berat badan atau edema
e. Pemeriksaan protein
dalam urin
f. Kalau mungkin dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum dan pemeriksaan
retina mata.
4) Penilaian kondisi janin dalam
rahim.
a. Pemantauan tinggi fundus
uteri
b. Pemeriksaan janin:
gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban
F. Komplikasi
Komplikasi Preeklampsia Tergantung pada
derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain.
a. Pada Ibu
1) Eklampsia
2) Solusio plasenta
3) Pendarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah ( DIC )
5) Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan
low platelet count )
6) Ablasio retina
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b. Pada Janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Asfiksia neonatorum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
2.5
Eklampsi
A. Pengertian
Eklampsia adalah kejang pada
wanita yang disebabkan oleh hipertensi yang
disebabkan kehamilan (hipertensi gestasional), sebuah penyebab signifikan
kematian ibu melahirkan.
B. Etiologi/penyebab
eklampsia
Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak,
payah jantung atau payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru –
paru. Sedangkan penyebab kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan
persalinan prematuritas.
Mekanisme
kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
1) Akibat kekurangan O2
menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak dan protein dapat menimbulkan
badan keton
2) Meransang dan mengubah
keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus yang menyebabkan :
a. Perubahan denyut jantung
janin menjadi takikardi dan dilanjutkan menjadi bradikardi serta irama yang
tidak teratur.
b. Peristaltis usus bertambah
dan sfingter ani terbuka sehingga di keluarkannya mekonium yang akan masuk ke
dalam paru – paru pada saat pertama kalinya neonatus aspirasi.
c. Sehingga bila kekurangan O2
dapat terus berlangsung keadaan akan bertambah gawat sampai terjadinya kematian
dalam rahim maupun di luar rahim .
C. Komplikasi
eklampsia
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin,
usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia
dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada
eklampsia :
1) Solusio plasenta
Karena
adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga
terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat
terlepas.
2) Hipofibrinogenemia
Adanya
kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg
persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.
3) Hemolisis
Kerusakan
atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel
darahmerah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
4) Perdarahan otak
Komplikasi
ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5) Kelainan mata
Kehilangan
penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.
6) Edema paru – paru
7) Nekrosis hati
Nekrosis
periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8) Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda
: hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan
disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
9) Kelainan ginjal
Kelainan
ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial
tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
10) Kopmlikasi lain yaitu lidah
tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang - kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC.
11) Prematuritas, dismaturitas,
dan kematian janin intra uterin.
D. Pencegahan
eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat
dicegah atau frekuensinyadi kurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia
terdiri atas meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita haiml memeriksa diri sejak hamil muda, mencari pada tiap
pemeriksaan tanda – tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera apabila
ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila dirawat tanda – tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang. ( Hanifa
dalam Prawiroharjo, 2005 )
E. Penatalaksanaan
Pernanganan
pada pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
1. Pengelolaan kejang:
1) Masukkan sudip lidah (tong
spatel ) kedalam mulut penderita.
2) Beri obat antikonvulsan
(MgSO4 merupakan obat pilihan utama)
2. Pengelolaan Umum:
1) Jika tekanan diastolik
>110 mmHg, berikan antihipertensi Nifedipin 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam. Jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan
tambahan 5 mg Nifedipin sublingual
2) Infus Ringer Asetat atau
Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000ml, berpedoman kepada
diuresis, insensible water loss dan CVP .
3) Dipasang kateter menetap (
foley kateter) dan ukur keseimbangan cairan
4) Pada koma yang lama ( > 24
jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube).
3. Pengobatan Obstetrik
1) Semua kehamilan dengan
eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Pada preeclampsia berat,
persalinan harus terjadi dalam 24 jam sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam
sejak gejala eklampsia muncul
3) Jika terdapat gawat janin
atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan
seksio sesar
4) Jika serviks telah
mengalami pematangan maka dapat dilakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam
500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau prostatglandin/misoprostol
4. Perawatan Post Partum
1) Monitoring tanda-tanda
vital
2) Teruskan terapi hipertensi
jika tekanan diastolic masih >90 mmHg
3) Pemeriksaan laboratorium
lengkap setelah 24 jam pasca persalinan.
4) Biasanya perbaikan segera
terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.
5) Antikonvulsan diteruskan
sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
F.
Manifestasi
Klinik/tanda gejala
Gejala dan tanda yang terdapat pada
pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain
yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari 30
ml/jam, N yeri Epigastrium, Penglihatan kabur, Dyspnea, Sakit kepala, Nausea
dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang. Kebanyakan kasus dihubung-hubungkan dengan
hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya tanda
nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik,
2.6
Reptur
Uteri
A. Pengertian Ruptur Uteri
Ruptur Uteri adalah robekan atau
diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Ruptur
uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
B. Etiologi/penyebab Ruptur
Uteri
1) Riwayat pembedahan terhadap
fundus atau korpus uterus
2) Induksi dengan oksitosin
yang sembarangan atau persalinan yang lama
3) Presentasi abnormal (
terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).( Helen, 2001 )
C. Tanda dan Gejala Klinis
Ruptur Uteri
1) Tanda dan gejala ruptur
uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
2) Dramatis.
3) Nyeri tajam, yang sangat
pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
4) Penghentian kontraksi
uterus disertai hilangnya rasa nyeri
5) Perdarahan vagina ( dalam
jumlah sedikit atau hemoragi )
6) Terdapat tanda dan gejala
syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
7) Temuan pada palpasi abdomen
tidak sama dengan temuan terdahulu
8) Bagian presentasi
dapat digerakkan diatas rongga panggul
9) Janin dapat tereposisi atau
terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
10) Bagian janin lebih mudah
dipalpasi
11) Gerakan janin dapat menjadi
kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau
DJJ masih didengar
12) Lingkar uterus dan
kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti
berada diluar uterus ).
13) Tenang
14) Kemungkinan terjadi muntah
15) Nyeri tekan meningkat
diseluruh abdomen
16) Nyeri berat pada suprapubis
17) Kontraksi uterus hipotonik
18) Perkembangan persalinan
menurun
19) Perasaan ingin pingsan
20) Hematuri ( kadang-kadang
kencing darah )
21) Perdarahan vagina ( kadang-kadang
)
22) Tanda-tanda syok progresif
23) Kontraksi dapat berlanjut
tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
24) DJJ mungkin akan hilang
D. Penatalaksanaan Ruptur
Uteri
Tindakan pertama adalah me mberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1) Histerektomi baik total
maupun sub total
2) Histerorafia, yaitu luka di
eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3) Konserfatif : hanya dengan
temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan
yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah :
a. Keadaan umum penderita
b. Jenis ruptur incompleta
atau complete
c. Jenis luka robekan : jelek,
terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
d. Tempat luka : serviks,
korpus, segmen bawah rahim
e. Perdarahan dari luka :
sedikit, banyak
f. Umur dan jumlah anak hidup
E. Pencegahan (provilaksis)
1)
Panggul sempit (CPD)
Anjurkan
bersalin dirumah sakit
2)
Malposisi kepala
Cobalah lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tidak berhasil, pikirkan untuk melakukan SC primer saat inpartu
Cobalah lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tidak berhasil, pikirkan untuk melakukan SC primer saat inpartu
3)
Malpresentasi
letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap
letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap
4) Hidrosefalus
5) Rigid servik
6) Tetania uteri
7) Tumor jalan lahir
8) Grandemultipara dan abdomen pendulum
9) Pada bekas SC
10) Uterus cacat karena miomektomi, curetage,
manual uri, maka dianjurkan bersalin diruma sakit dengan pengawasan yang teliti
11) Rupture uteri karena tindakan obstetrik dapat
dicegah dengan bekerja secara legeartis, jangan melakukan ekspresi kristeler
yang berlebih-lebihan, bidan dilarang memberikan oksitosin sebelum janin lahir.
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotonika, antibiotika. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi.
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotonika, antibiotika. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi.
F. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam
hidup ibu dan janin adalah
ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas
atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri
komplit(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture).
Pada
ruptura uteri komplit,terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan
hingga lapisan serosa uterus danmembran khorioamnion. Sedangkan disebut
dehisens bila terjadi robekan jaringan parututerus tanpa robekan lapisan serosa
uterus, dan tidak terjadi perdarahan.Ketika ruptura uteri terjadi,
histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus,kematian ibu dan janin
dapat terjadi.
Tanda
ruptura uteri yang paling sering terjadiadalah pola denyut jantung janin yang
tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang.Deselerasi lambat, variabel,
bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali jugadapat terjadi. Gejala
dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion bagian
terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.
2.7
Gangguan Pembekuan Darah
A. Pengertian
Gangguan
pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena
adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap
mengalir.
B. Etiologi/penyebab
1) Hemofilia merupakan
penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan
faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
2) X-linked
3) Penyakit sistemik
4) Di dapat (def. vit k)
5) Autoimun
C. Manifestasi Klinis/tanda
gejala
1. Masa Bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan sSetelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat
berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan Jaringan Lunak
2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal : nyeri
b. Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas)
3. Sekuela Jangka Panjang : Perdarahan berkepanjangan dalam
otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.
D. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi
obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravaskuler
Diseminata) :
1) Sepsis oleh kuman gram
negative, terutama yang mnyertai dengan abortus septic
2) Syok berat
3) Pemberian cairan hipertonik
ke dalam uterus(Schward, 2000)
E. Pencegahan
Klasifikasi
kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan
antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan
jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah satunya
adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat
dilakukan sebagai berikut:
1) Persiapan sebelum hamil
untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan
lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal.
2) Mengenal faktor
predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil kembar, hidroamnion,
bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya
yang resikonya akan muncul saat persalinan
3) Persalinan harus selesai
dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4) Kehamilan resiko tinggi
agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
5) Kehamilan resiko rtendah
agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6) Mengesuai langkah-langkah
pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana
mestinya.(Sarwono, 2008)
F. Penatalaksanaan
kelainan pembekuan darah
1) Perbaiki obstetric umum
penderita pemberian cairan, obstetric, dll
2) Pemberian fibrinogen
perinfus atau pemberian darah segera untuk mengontrol perdarahan
a. Berikan darah lengkap
segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor pembekuan darah sel darah merah
b. Jika darah lengkap tidak
ada, pilih salah satu di bawah ini berdasarkan ketersediaannya :
a)
Plasma beku segar
untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/kg BB)
b)
Sel darah merah packed (
atau tersedimentasi) untuk penggantian sel darah merah
3) Untuk mencegah fibrinolisis
yang berlebihan dapat diberikan transinum, episilon-aminmokopropik dan trasylol
4) Penanganan khusus dari
sudut indikasi bstetric bergantung pada keadaan penderita dan penyebabnya.
Misalnya melakukan cara penanganan perdarahan postpartum tahap demi tahap :
uterus tonika, massage rahim, kompresi bimanual, tomponade, metode henkel dan
kalau perlu demi untuk menyelamatkan jiwa ibu sumber perdarahan diangkat
(histerektomi)
2.8 Ketuban Pecah Dini
A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan. (Mansjoer, 2001: 310).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan. (Mansjoer, 2001: 310).
B. Etiologi/Penyebab
Menurut Mansjoer (2001: 310), etiologi ketuban pecah dini belum diketahui, tetapi faktor predisposisi ketuban pecah dini itu sendiri ialah infeksi genetalia, servik inkompeten, gemeli, hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik.
Menurut Mansjoer (2001: 310), etiologi ketuban pecah dini belum diketahui, tetapi faktor predisposisi ketuban pecah dini itu sendiri ialah infeksi genetalia, servik inkompeten, gemeli, hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik.
C.
Manifestasi Klinis/tanda dan gejala
Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah:
Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah:
1)
Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih,
kuning atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2)
Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3)
Janin mudah diraba.
4)
Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah bersih.
5) Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau
selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering. (Mansjoer, 2001: 313).
D. Komplikasi
1) Infeksi.
2) Partus preterm.
3) Prolaps tali pusat.
4) Distosia (partus kering). (Mansjoer, 2001: 313).
E.
Pencegahan KPD
Diutamakan
dengan menghindari faktor risikonya, seperti:
2) Kebiasaan hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan
yang sehat, minum cukup, olahraga teratur dan berhenti merokok.
3) Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan
benar, yakni dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air
besar.
4) Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak
normal di aderah kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna tidak
seperti biasanya.
5) Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubungan
seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti mulut
rahim yang lemah.
6) Mengonsumsi 100 mg vitamin C secara teratur saat usia
kehamilan lebih dari 20 minggu.
F. Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
1. Penatalaksanaan Ketuban
Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain:
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain:
1) Rawat di Rumah Sakit,
ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam
untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu
2) Berikan antibiotika
(ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol
2 x 500 mg selama 7 hari
3) Jika umur kehamilan <
32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak keluar lagi
4) Pada usia kehamilan 32-34
minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri
atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM
5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
5) Jika usia kehamilan 32-37
minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-): beri deksametason,
observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu
6) Jika usia kehamilan 32-37
minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason dan induksi sesudah 24 jam
7) Jika usia kehamilan 32-37
minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi
8) Nilai tanda-tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
2. Penatalaksanaan Ketuban
Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
a. Kehamilan > 37 minggu,
induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan
misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda
infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri:
1) Bila skor pelvik < 5
lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesaria.
2) Bila skor pelvik > 5
induksi persalinan, partus pervaginam.
2.9 IUFD (Intra Uterin Fetal
Death )
A.
Pengertian
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan
janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang
dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998)
B. Etiologi/Penyebab
IUFD
1. Faktor plasenta
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
2. Faktor ibu
a. Diabetes mellitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i.
Inkompatability rhesus
j.
AIDS
3. Faktor intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang
g. Obat-obatan
4. Faktor janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
5. Faktor tali pusat
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Vassa praevia
d. Tali pusat pendek
Kecuali
itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin di kandungan,
diantaranya:
1) Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif,
sementara bapak rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti yang dominan,
menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan
rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya,
dapat terjadi hidrops fetalis (reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran
klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya
cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan
cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain).
2) Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin.
Terutama pada golongan darah A,B,O. "Yang kerap
terjadi antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan O atau
sebaliknya." Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dan janin
akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah
ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya.
3) Gerakan janin berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama
jika terjadi gerakan satu arah saja. karena gerakannya berlebihan, terlebih
satu arah saja, maka tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu akan
terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan
plasenta ke bayi jadi tersumbat.
4) Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah
mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat
kesejahteraan janin dalam rahim.
5) Kelainan kromosom
Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik
berat trisomy. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi
saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi.
6) Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta.
Trauma terjadi, misalnya, karena benturan pada perut, karena kecelakaan atau
pemukulan. Benturan ini bisa mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga
timbul perdarahan di plasenta.
7) Infeksi materna
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti
infeksi akibat bakteri maupun virus. Demam tinggi pada ibu hamil bisa
menyebabkan janin mati.
8) Kelainan bawaan bayi
Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau
paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di kandungan.
C. Manifestai Klinik/tanda
dan gejala
1) DJJ tidak terdengar
2) Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3) Pergerakan anak tidak teraba lagi
4) Palpasi anak tidak jelas
5) Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati
kurang lebih 10 hari
6) Pada rongen dapat dilihat adanya:
a. Tulang-tulang
tengkorak tutup menutupi
b. Tulang
punggung janin sangat melengkung
c. Hiperekstensi
kepala tulang leher janin
d. Ada
gelembung-gelembung gas pada badan janin
e. Bila
janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia
25%.
D.
Penatalaksanaan
1)
Periksa tanda vital
2)
Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi
pembekuan, golongan darah ABO dan Rhesus.
3)
Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta
rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum
ada kepastian sebab kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
4)
Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.
Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.
5)
Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
6)
Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun
ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan
diambil.
7)
Bila pilihan adalah pada ekspektatif: tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu, yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi.
8)
Bila pilihan adalah manajemen aktif: induksi persalinan
menggunakan oksitosin atau misoprostol. Seksio sesarea merupakan pilihan
misalnya pada letak lintang.
9)
Berikan kesempatan kepda ibu dan keluarganya untuk
melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal
tersebut.
10) Pemeriksaan patologi plasenta akan
mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
E.
Komplikasi
·
1)
Trauma emosional yang berat terjdi bila waktu antara
kematian janin dan persalinan cukup lama.
2)
Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3)
Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung
lebih dari 2 minggu.
F.
Pencegahan
Upaya
mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila
ibu mersa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu
keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio
plasenta. Pada gamelli dengan T + T (twin to twin transfusio) pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada kehamilan lanjut
perdarahan yang tidak normal adalah merah,banyak,dan kadang-kadang tetapi tidak
selalu di sertai dengan rasa nyeri dan Perdarahan pervagina pada kehamilan
lanjut terjadi karena terjadinya plasenta previa,solutio plasenta ,Ruptura uteri,ketuban pecah
dini,pre eklamsi,eklamsi,IUFD dan gangguan pembekuan darah .
3.2 Saran
Sebaiknya ibu hamil
harus lebih mengetahui keluhan-keluhan yang dihadapinya selama proses kehamilan
berlangsung, trutama keluhan seperti nyeri pada perut bagian bawah, karena
nyeri tersebut bisa menyebabkan terjadinya pendarahan, oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan bagi setiap ibu hamil untuk sering berkonsultasi menanyakan
tentang kehamilannya kepada dokter atau bidan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin,Bari A.Wiknjosastro,dkk.2006.Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.Edisi Pertama
:Cetakan ke 11.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo,2006
3. Prawirohardjo,sarwono,1999,ilmu kebidanan,Edisi 3,
jakarta : YBP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar